Sabtu, 07 April 2012

imperata cylindrica


Kerajaan:
Divisi:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
I. cylindrica
Imperata cylindrica
(L.Beauv.


Pemerian botanis
Rumput menahun dengan tunas panjang dan bersisik, merayap di bawah tanah. Ujung (pucuk) tunas yang muncul di tanah runcing tajam, serupa ranjau duri. Batang pendek, menjulang naik ke atas tanah dan berbunga, sebagian kerapkali (merah) keunguan, kerapkali dengan karangan rambut di bawah buku. Tinggi 0,2 – 1,5 m, di tempat-tempat lain mungkin lebih.
Helaian daun berbentuk garis (pita panjang) lanset berujung runcing, dengan pangkal yang menyempit dan berbentuk talang, panjang 12-80 cm, bertepi sangat kasar dan bergerigi tajam, berambut panjang di pangkalnya, dengan tulang daun yang lebar dan pucat di tengahnya. Karangan bunga dalam malai, 6-28 cm panjangnya, dengan anak bulir berambut panjang (putih) lk. 1 cm, sebagai alat melayang bulir buah bila masak.[2]
Dari hasil percobaan diketahui bahwa persentase perkecambahan terendah adalah 10 % dengan perlakuan T1, K1, K2 pada 4 HST. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan alelopat yang terdapat pada gulma tersebut sangat tinggi sehingga menghambat pertumbuhan jagung. Hal ini sesuai dengan pernyataan http://id.wikipedia. allelopati /wiki/ ( 2009 ) bahwa penekanan pertumbuhan dan perkembangan karena ekstrak alang-alang dan akasia ditandai dengan penurunan tinggi tanaman, penurunan panjang akar, perubahan warna daun ( Dari hijau normal menjadi kekuning-kuningan) serta bengkaknya akar. Pertumbuhan rambut akar juga terganggu, dengan melihat fenomena ini maka allelokimia yang berasal dari ekstrak Imperata cylindrica dan Acasia mangium mungkin bekerja mengganggu proses fotosintesis atau proses pembelahan sel.
Dari hasil percobaan diketahui bahwa persentase perkecambahan tertinggi pada 6 HST adalah 70% dengan perlakuan kontrol, yitu tanpa mengunakan zat alelopati. Hal ini menunjukan bahwa daun aksia, umbi teki dan rhizome menghambat pertumbuhan jagung. Hal ini sesuai dengan literature http://www. www.indoft.index.com /index-php (2009), yang menyatakan bahwa hambatan allelopathy dapat pula berbentuk pengurangan dan kelambatan perkecambahan biji, penahanan pertumbuhan tanaman, gangguan sistem perakaran, klorosis, layu, bahkan kematian tanaman. Tumbuhan yang bersifat sebagai alelopat mempunyai kemampuan bersaing yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin menurun
Berdasarkan hasil percobaaan diketahui bahwa panjang tunas terendah adalah 0,5 cm pada perlakuan A3 dan K2. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa alelopati itu beracun yang dapat menghambat pembelahan sel dan pertumbuhan tanaman sehingga mengurangi hasil produksinya. Hal ini sesuai literatur Irwan (2009) yang menyatakan Senyawa alelopati berpengaruh terhadap beberapa hal yaitu: Penyerapan hara, menghambat pembelahan sel, menghambat pertumbuhan, menghambat aktivitas fotosintesis, mempengaruhi respirasi, mempengaruhi sintesis protein, mempengaruhi ketegangan membrane, menghambat aktivitas enzim, mempengaruhi suksesi, menghambat fiksasi Nitrogen dan Nitrifikasi, menghambat pola penyebaran tumbuhan, menghambat pembusukan biji dan perkecambahan.
Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa panjang tunas tertinggi adalah 5 cm pada perlakuan T3 yaitu pada perlakuan umbi teki. Hal ini dikarenakan kandungan alelopatnya yang sudah terlarut dengan air serta kandungan alelopat tertinggi pada umbi teki adalah pada daunnya sehingga pada perlakuan ini jagung dapat tumbuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan http://id.wikipedia. allelopati /wiki/ ( 2009 ) bahwa penekanan pertumbuhan dan perkembangan karena ekstrak alang-alang dan akasia ditandai dengan penurunan tinggi tanaman, penurunan panjang akar, perubahan warna daun ( Dari hijau normal menjadi kekuning-kuningan) serta bengkaknya akar. Pertumbuhan rambut akar juga terganggu, dengan melihat fenomena ini maka allelokimia yang berasal dari ekstrak Imperata cylindrica dan Acasia mangium mungkin bekerja mengganggu proses fotosintesis atau proses pembelahan sel.
Pada hasil praktikum yang telah dilakuakan diatas dapat kita lihat bahwa, tanaman palawija yang disirami oleh allelopati berkosentrasi tinggi dalam hal ini adalah larutan biang (100%) tumbuh dengan sangat tidak baik, baik morfologi daunnya yang dipenuhi oleh bercak coklat dan putih, tinggi tanaman yang tidak sebanding dengan tanaman perlakuan lain, maupun berat basahnya yang hanya 1,0 gram.. Hal ini dikarenakan kepekatan zat racun yang diberikan sangat tinggi hingga mengganggu pertumbuhan dan sistem metabolisme tumbuhan palawija yang ditanam. Menurut Setyowati (2001) Respon yang akan terjadi karna pemberian allelopati adalah panjang tajuk dan akar yang terhambat yang dapat disebut sebagai herbisida pra tumbuh namun hal ini tergantung juga pada formulasi ekstraksi allelopati yang diberikan. Adapun warna daun yang berubah merupakan salah satu ciri dari gejala klorosis pada tanaman palawija akibat dari aplikasi ekstrak allelopeti.
Pada allelopati yang berkosentrasi 5%, tanaman tumbuh layaknya tanaman kontrol, hanya sedikit saja perubahan yang terjadi saat akhir pengamatan. Hal ini dapat dikarenakan oleh kosentrasi allelopati yang dalam hal ini adalah zat racun, tidak terlalu tinggi, hingga tumbuhan masih mampu melakukan proses metabolisme dan yang lainnya dengan normal, walau terdapat sedikit hambatan allelopati. Itulah sebabnya perubahan hanya terjadi pada morfologi daunnya saja.
Sedangkan pada allelopati berkosentrasi 10%, tanamannya tumbuh tidak normal, namun tetap saja perubahan yang terjadi tidak telalu mencolok seperti pada tanaman yang diberikan allelopati kosentrasi tinggi. Pada allelopati berkosentrasi 15% mulai terjadi perubahan yang agak mencolok dari kontrolnya seperti bercak-bercak pada daun yang sangat banyak, panjang akar yang tidak normal, dan tinggi yang tidak normal.
Pada allelopati yang berkosentrasi 20% dan 25% perubahan yang terjadi juga sangat mencolok dari kontrol, berupa bercak-bercak pada daun yang tidak lagi berwarna putih, hal ini dapat dikatakan bahwa tumbuhan sudah mengalami klorosis, dan tanda-tanda ini dalam fisiologi tumbuhan bisa dikatakan sudah menunjukkan gejala kahat atau gejala kematian.
Sedangkan pada tanaman kontrol, tanaman tumbuh normal, baik morfologi daun, panjang akar dan batang maupun berat basahnya yang dapat dikatakan lebih berat dari pada tanaman lainnya yang diberikan perlakuan, kecuali pada perlakuan 20% dan 25% yang memiliki berat basah yang lebih berat dari pada kontrol, hal ini seharusnya tidak terjadi, namun hal ini dapat saja terjadi karena kelalaian pada saat praktikum dilakukan atau pada saat jumlah allelopati yang disiramkan setiap harinya. Selain dari pada itu, menurut penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa orang biologiawan ahli bidang fisiologi tanaman Setyowati dan Yuniarti (1999) mengatakan bahwa pertumbuhan tanaman jagung dan kedelai yang diberi perlakuan ellelopati ekstrak alang-alang (Imperata cylindrica) dengan perbandingan 1:4 umumnya tidak terpengaruh oleh ekstrak ini, bukan hanya dalam hal pertumbuhan tanamannya tetapi juga dalam proses perkecambahannya, hanya saja berpengaruh terhadap pemanjangan akarnya. Namun sebaliknya bila diberikan allelopati dari bunga matahari (Helliantus annus) mampu menekan semua jenis palawija ataupun gulma dari kosentrasi 20% ataupun 25%. Jadi dalam hal ini, daya kecambah tanaman palawija dalam penelitian sangat tergantung pada sumber dan konsentrasi ekstrak serta jenis tanaman yang dievaluasi.
Jadi dapat dikatakan bahwa, dalam praktikum allelopati ini tidak bisa dinyatakan tidak berhasil, mengingat beberapa peneliti melaporkan hal yang sama. Steinsiek (1982) dan Shettel dan Balke (1983) mengemukakan bahwa perkembangan tumbuhan tergantung pada konsentrasi ekstrak, sumber ekstrak, temperatur ruangan, dan jenis tumbuhan yang dievaluasi serta saat aplikasi.
Alelopati adalah interaksi biokimia antara mikroorganisme atau tanaman baiki yang bersifat positif maupun negatif. Beberapa gulma terbukti bersifat ellelopati adalah Imperata cylindrica dan Acasia mangium, gulma tersebut diketahui sangat kompetitif dengan tanaman lain yang mengakibatkan turunnya produksi tanaman.
Ekstrak umbi Imperata cylindrica dan daun Acasia mangium terbukti mampu menghambat perkecambahan dan pertumbuhan kecambah,rendaman ekstrak daun Acasia mangium ataupun umbi akar dari Imperata cylindrica dapat menghambat perkembangan banih kacang-kacangan,centel dan mustard.Dan ekstrak ini juga dilaporkan dapat menghambat perpanjangan akar.
Penekanan pertumbuhan dan perkembangan karena ekstrak alang-alang dan akasia ditandai dengan penurunan tinggi tanaman, penurunan panjang akar, perubahan warna daun (Dari hijau normal menjadi kekuning-kuningan) serta bengkaknya akar. Pertumbuhan rambut akar juga terganggu, dengan melihat fenomena ini maka allelokikia yang berasal dari ekstrak Imperata cylindrica dan Acasia mangium mungkin bekerja mengganggu proses fotosintesis atau proses pembelahan sel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar