Senin, 06 Februari 2012

uji mic

cara mic standar:
1. Disediakan alat ,medium(medium agar atau medium kaldu),biakan murni mikroba,dan sampel antimiroba(superpell).
2.Tabung reaksi diisi dengan pengencer steri (mis: NB, Mueller-Hinton kaldu)
3. Dilakukan pengenceran dari sampel desinfektan pada tabung reaksi(1:20,1:401:80,dst.)
4. Diinokulasikan mikroba dalam jumlah sesuai pada tabung reaksi.
5. Diinkubasikan pada suhu 37
C dan selama 1×24 jam.
6. Diamati kekeruhan yang terjadi pada tabung reaksi.
7. Dilihat pada batas konsentrasi berapa bakteri masih dapat tumbuh pada tabung reaksi.
prosedur:
Sediaan uji (kloramfenikol) dimasukkan dalam labu ukurkemudian dilarutkan dalam pelarut awal (air suling). Kemudianditambah dengan pelarut akhir sampai tanda batas labu ukur.Kemudian rencanakan pengenceran dan konsentrasi tiap tabungdihitung. Selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat larutanantibiotik dengan air suling steril. Tabung reaksi kecil pertama diisidengan 1 ml NB double strength sedangkan tabung reaksi lainnya diisidengan NB biasa. Sebanyak 1 ml hasil pengenceran dipipet ke dalamtabung reaksi 1 yang berisi NB double strength kemudian dikocok sampai homogen. Selanjututnya 1 ml larutan dari tabung reaksi kecilsatu dimasukkan dalam tabung reaksi kecil dua yang berisi larutanNB. Dilakukan langkah tersebut sampai tabung reaksi terakhir dan 1ml campuran dari tabung reaksi terakhir dibuang. Kemudiankedalam setiap tabung reaksi ditambahkan satu ose bakteri dandikocok sampai homogen. Lalu dibuat kontrol positif dan kontrolnegatif. Kontrol positif terdiri dari 1 ml NB dan satu ose bakteri.Kontrol negatif hanya berisi 1 ml NB. Semua tabung reaksidiinkubasi pada suhu 37 C selama 18-24 jam. Diamati hasilkekeruhan yang terjadi kemudian bandingkan dengan kontrol positif dan negatif. MIC-nya terletak pada tabung bening terakhir atau sebelum tabung keruh pertama
 Resistensi antibiotik dan MIC (minimun inhibitory concentration)
Teoeri dasar
Konsentrasi hambat minimum (MIC) didefinisikan sebagai konsentrasi terendah dari suatu antimikroba yang akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme terlihat setelah inkubasi semalam, dan konsentrasi bakterisida minimum (MBCs) sebagai konsentrasi terendah dari antimikroba yang akan mencegah pertumbuhan organisme setelah subkultur ke media bebas antibiotik. MIC digunakan oleh laboratorium diagnostik terutama untuk mengkonfirmasi resistensi, tetapi paling sering sebagai alat penelitian untuk menentukan aktivitas in vitro antimikroba baru, dan data dari studi tersebut telah digunakan untuk menentukan breakpoints MIC.Penentuan MBC yang dilakukan lebih sering dan penggunaan utama mereka telah dicadangkan untuk isolat dari darah pasien dengan endokarditis. Metode standar untuk menentukan MIC dan MBCs dijelaskan dalam makalah ini. Seperti semua prosedur standar, metode harus ditaati dan tidak dapat disesuaikan oleh pengguna.Metode ini memberikan informasi pada penyimpanan bubuk antibiotik standar, penyusunan solusi antibiotik saham, media, persiapan inocula, kondisi inkubasi, dan membaca dan interpretasi hasil. Tabel memberikan rentang MIC diharapkan untuk kontrol dan strain ATCC NCTC juga disediakan.

Staphylococcus aureus menjadi resisten terhadap antibiotik yang umum digunakan banyak karena penggunaan antibiotik sembarangan. Staphylococcal resistensiterhadap penisilin dimediasi oleh penisilinase (suatu bentuk β-laktamase) produksi:suatu enzim yang memecah cincin β-laktam dari molekul penisilin. Laporan pertama dari strain resisten penisilin S. aureus diterbitkan pada tahun 1945, mengungkapkanhubungannya dengan enzim penisilinase yang dihasilkan oleh bakteri (Spink danFerris, 1945). Para β-laktamase resisten penisilin-(methicillin, oksasilin, kloksasilindan flukloksasilin) dikembangkan untuk mengobati resisten penisilin S. aureus.Penisilinase-tahan penisilin yang mampu melawan degradasi oleh stafilokokuspenisilinase dan masih digunakan sebagai pengobatan lini pertama.
Methicillin adalah antibiotik pertama di kelas ini dan diperkenalkan pada tahun 1959.Tapi dua tahun kemudian, kasus pertama methicillin-resistant S. aureus (MRSA) dilaporkan di Inggris (Jevons, 1961)

Jevons MP (1961). Celbenin-resistant staphylococci. British Medical Journal 1: 124-125.

MRSA adalah strain spesifik dari bakteri Staphylococcus aureus yang telah mengembangkan resistensi antibiotik untuk semua penisilin, termasuk methicillin dan lainnya sempit spektrum β-laktamase resisten penisilin-antibiotik (Foster, 1996)

Foster T (1996). Staphylococcus. In: Barron's Medical Microbiology. Barron S, Teake RC, James DA, Susman M, Kennedy CA, Singleton MJD and Schuenke S (eds), 4th edn., University of Texas Medical Branch, Galveston, USA.
Strain resisten, MRSA yang pertama kali ditemukan di Inggris pada tahun 1961, sekarang tersebar luas, terutama dalam pengaturan rumah sakit. MRSA mungkin juga dikenal sebagai oksasilin-resistant Staphylococcus aureus (Orsa) dan multiple-resistant Staphylococcus aureus. Meskipun demikian, MRSA umumnya tetap merupakan temuan jarang bahkan dalam pengaturan rumah sakit sampai tahun 1990-an ketika ada sebuah ledakan di prevalensi MRSA di rumah sakit (Johnson etal., 2004)

Johnson AP, Aucken HM, Cavendish S, Ganner M, Wale MC and Warner M (2004). Dominance of EMRSA-15 and-16 among MRSA causing nosocomial bacteraemia in the UK: analysis of isolates from the European Antimicrobial Resistance Surveillance System (EARSS). Journal of Antimicrobial Chemotherapy 48: 143-144.
Konsentrasi minimun penghambatan atau lebih dikenal dengan MIC (Minimum Inhibitory Concentration) adalah konsentrasi terendah dari antibiotika atau antimikrobial yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Nilai MIC adalah spesifik untuk tiap-tiap kombinasi dari antibiotika dan mikroba. MIC dari sebuah antibiotika terhadap mikroba digunakan untuk mengetahui sensitivitas dari mikroba terhadap antibiotika. Nilai MIC berlawanan dengan sensitivitas mikroba yang diuji. Semakin rendah nilai MIC dari sebuah antibiotika, sensitivitas dari bakteri akan semakin besar. MIC dari sebuah antibiotika terhadap spesies mikroba adalah rata-rata MIC terhadap seluruh strain dari spesies tersebut. Strain dari beberapa spesies mikroba adalah sangat berbeda dalam hal sensitivitasnya. Metode uji antimikrobial yang sering digunakan adalah metode Difusi Lempeng Agar. Uji ini dilakukan pada permukaan medium padat. Mikroba ditumbuhkan pada permukaan medium dan kertas saring yang berbentuk cakram yang telah mengandung mikroba. Setelah inkubasi diameter zona penghambatan diukur. Diameter zona pengambatan merupakan pengukuran MIC secara tidak langsung dari antibiotika terhadap mikroba. Sensitivitas klinik dari mikroba kemudian ditentukan dari tabel klasifikasi (Jawetz et al.,1996).
Pertumbuhan mikroorganisme dapat dikendalikan melalui proses fisik dan kimia. Pengendalian dapat berupa pembasmian dan penghambatan populasi mikroorganisme. Zat antimikrobial adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme melalui mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroorganisme. Zat antimikrobial terdiri dari antijamur dan antibakterial. Zat antibakterial adalah zat yang mengganggu pertumbuhan dan metabolisme melalui penghambatan pertumbuhan bakteri. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih zat antimikrobial kimiawi adalah :



1. Jenis zat dan mikroorganisme
Zat antimikrobial yang akan digunakan harus sesuai dengan jenis mikroorganismenya karena memiliki kerentanan yang berbeda-beda.



2. Konsentrasi dan intensitas zat antimikrobial
Semakin tinggi konsentrasi zat antimikrobial yang digunakan, maka semakin tinggi pula daya kemampuannya dalam mengendalikan mikroorganisme.



3. Jumlah organisme
Semakin banyak mikroorganisme yang dihambat atau dibunuh, maka semakin lama waktu yang diperlukan untuk mengendalikannya.



4. Suhu
Suhu yang optimal dapat menaikkan efektivitas zat antimikrobial



5. Bahan organik
Bahan organik asing dapat menurunkan efektivitas zat antimikrobial dengan cara menginaktifkan bahan tersebut atau melindungi mikroorganisme. Hal tersebut karena penggabungan zat dan bahan organik asing membentuk zat antimikrobial yang berupa endapan sehingga zat antimikrobial tidak lagi mengikat mikroorganisme. Akumulasi bahan organik terjadi pada permukaan sel mikroorganisme sehingga menjadi pelindung yang mengganggu kontak antara zat antimikrobial dengan mikroorganisme (Boyd, 1980).
Faktor lain yang mempengaruhi adalah dosis antibiotika yang diberikan. Beberapa masalah adalah konsentrasi dari zat kemoterapi dalam jaringan, dimana menghasilkan konsentrasi obat lain lebih besar atau lebih rendah daripada yang digunakan dalam laboratarium. Hal itu penting, sehingga level obat itu dapat dicapai dalam bermacam bagian tubuh dapat diketahui seperti halnya sensitivitas relative dari bakteri pathogen. Sensitifitas relatif disebut dengan Minimum Inhibitory Concentration atau MIC (Pelczar,1988).
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram Positif, tidak bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus dan tersusun seperti buah anggur sebagaimana terlihat pada gambar 2.4. Ukuran Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcus memiliki diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin. Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35o – 37o C dengan suhu minimum 6,7o C dan suhu maksimum 45,4o C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 – 9,8 dengan pH optimum 7,0 – 7,5. Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8 hanya mungkin bila substratnya mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau protein (Ratu Balqis, 2008).
Tetrasiklin merupakan agen antimikrobial hasil biosintesis yang memiliki spektrum aktivitas luas. Mekanisme kerjanya yaitu blokade terikatnya asam amino ke ribosom bakteri (sub unit 30S). Aksi yang ditimbulkannya adalah bakteriostatik yang luas terhadap gram positif, gram negatif, chlamydia, mycoplasma, bahkan rickettsia. Generasi pertama meliputi tetrasiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin. Generasi kedua merupakan penyempurnaan dari sebelumnya yaitu terdiri dari doksisiklin, minosiklin. Generasi kedua memilki karakteristik farmakokinetik yang lebih baik yaitu antara lain memiliki volume distribusi yartg lebih luas karena profil lipofiliknya. Selain itu bioavailabilitas lebih besar, demikian pula waktu paruh eliminasi lebih panjang (> 15 jam). Doksisiklin dan minosiklin tetap aktif terhadapstafilokokus yang resisten terhadap tetrasiklin, bahkan terhadap bakteri anaerob seperti Acinetobacter spp, En-terococcus yang resisten terhadap Vankomisin sekalipun tetap efektif ( Boyd, 1980).
Antibiotik tetrasiklin merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan dalam mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Pada dasarnya, antibiotik tetrasiklin ini berfungsi untuk menekan pertumbuhan bakteri atau bakterisidal. Kemampuan antibiotic tetrasiklin untuk mencegah dan menekan hidup bakteri agar tidak berkembang di dalam tubuh secara sporadis. Antibiotic tetrasiklin ini di buat dari senyawa yang diambil dari inang bakteri yaitu dari kelompol Stretomyces. Antibiotik tetrasiklin kini dijadikan obat modern untuk membantu dalam menekan pertumbuhan dan penyebaran bakteri didalam tubuh. Cara kerja dari antibiotik tetrasiklin ini adalah dengan menghambat proses sintesis protein dari bakteri yang menyerang dalam tubuh. Akibatnya bakteri tidak dapat tumbuh dan berkembang didalam tubuh. Ini menyebabkan pola destruktif terhadap bakteri tersebut ( Anne Ahira, 2009).
Prinsip dasar metode ini adalah dengan cara memberikan bakteri / kuman uji dengan kepadatan tertentu kepada bahan antibakteri yang akan diuji pada konsentrasi yang semakin kecil. Kepekaan bahan uji terhadap bahan anti-bakteri ditentukan dengan pengamatan secara makroskopis setelah  masa inkubasi berakhir yaitu dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan koloni kuman / bakteri uji dalam tabung ( medium cair ) yang ditandai keruhnya medium cair yang dipakai (Pelczar, 1988).
Metode ini digunakan untuk menentukan kadar hambat minimal (KHM) suatu senyawa anti-bakteri. Pada metode ini digunakan erlenmeyer yang diisi media cair dan sejumlah tertentu bakteri yang diuji, kemudian masing-masing erlenmeyer diisi dengan senyawa yang diuji. Erlenmeyer-erlenmeyer tersebut diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam, untuk selanjutnya diamati turbidansi atau kekeruhannya dengan menggunakan  spektrofotometer UV-VIS. Konsentrasi terendah senyawa yang memberikan hasil biakan yang mulai tampak jernih merupakan Kadar Hambat Minimal senyawa tersebut. Metode Tube Dilution Test mempunyai keuntungan karena dapat menguji daya bakteriostatik dan bakterisidal sekaligus, namun metode ini hanya dapat menguji satu bahan antibakteri dalam satu kali kegiatan (Pelczar, 1988).
           
Antibiotika atau antimikroba ialah zat-zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama golongan fungi (jamur), yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Suatu obat antibiotika yang ideal menunjukkan toksisitas yang selektif. Istilah ini berarti bahwa obat tersebut haruslah bersifat sangat toksis untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksis (dalam konsentrasi yang dapat ditoleransi) terhadap hospes (Setiabudi, 1995).

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotika yang menghambat pertumbuhan mikroba dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada yang bersifat membunuh mikroba dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antibiotika tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Setiabudi, 1995).

Antibiotik dikelompokkan berdasarkan gugus aktifnya, misal antibiotik macrolide, antimikroba peptida. Adapun penamaannya biasanya berdasarkan gugus kimiawinya ataupun mikroorganisma produsernya, misalnya:
Mekanisme kerja antibiotik antara lain :
· Menghambat dsintesis dinding sel
· Merusak permeabilitas membran sel.
· Menghambat sintesis RNA (proses transkripsi)
· Menghambat sintesis protein (proses translasi).
· Menghambat replikasi DNA. [E.Indra Pradhika, 2010]

Namun begitu,  terjadi juga kes-kes dimana bakteri dapat mampertahankan dirinya terhadap antibiotika dan dapat menggagalkan terapi dengan antibiotika. Definisi bagi resistensi adalah ketahanan suatu mikroba terhadap antibiotika tertentu yang dapat berupa resistensi alamiah, resistensi kromosomal, resistensi ekstra kromosomal, maupun resistensi silang. Resistensi kromosomal terjadi akibatadanya mutasi spontan pada mikroba, resistensi ekstrakromosomal terutama terjadi akibat adanya faktor R pada sitoplasma bakteri, sedangkan resistensi silang ialah resistensi akibat pemindahan gen resisten atau faktor R atau plasmid dari bakteri lain yang telah resisten yang masuk ke dalam bakteri. Resistensi kromosomal dapatdibagi menjadi dua golongan yaitu:
1.Resistensi kromosomal primer, dimana mutasi terjadi sebelum pengobatandengan antibiotika dan selama pengobatan terjadi seleksi bibit yangresisten.
2.Resistensi kromosomal sekunder, dimana mutasi terjadi selama kontak dengan antibiotika kemudian terjadi seleksi bibit yang resisten.
            [ Dewi Rusmiati et. al, 2011]

Metode yang digunakan pada kali ini untuk menentukan kerentanan terhadap antibiotika adalah metode cakram kertas.  Metode ini didasarkan pada difusi antibiotik dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri atau lempeng yang berisi biakan mikroba uji pada jumlah tertentu. Sediaan antibiotika menghambat pertumbuhan mikroba yang ada pada lempeng agar (Singgih, 2007).

Prosedur difusi untuk kertas cakram-agar yang distandardisasikan (metode Kirby-Bauer) merupakan cara untuk menentukan sensitivitas antibiotik untuk bakteri. Sensitivitas suatu bakteri terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat yang terbentuk. Semakin besar diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya, sehingga diperlukan standar acuan untuk menentukan apakah bakteri itu resisten atau peka terhadap suatu antibiotik.
Faktor yang mempengaruhi metode Kirby-Bauer :
- Konsentrasi mikroba uji
- Konsentrasi antibiotik yang terdapat dalam cakram
- Jenis antibiotik.
- pH medium [E.Indra Pradhika, 2010]
        
Bakteri yang digunakan pada kali ini untuk menentukan kerentanan suatu bakteri terhadap berbagai antibiotika melalui metode cakram kertas adalah bakteri Staphylococcus aureus. Staphylococcus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun dalam bentuk menggerombol yang tidak teratur seperti anggur. Staphylococcus bertambah dengan cepat pada beberapa tipe media dengan aktif melakukan metabolisme, melakukan fermentasi karbohidrat dan menghasilkan bermacam-macam pigmen dari warna putih hingga kuning gelap.  Staphylococcus  cepat menjadi resisten terhadap beberapa antimikroba (Jawetz, et al., 2001)

Klasifikasi   Staphylococcus aureus adalah seperti berikut:
Kingdom  : Protozoa
Divisio  : Schyzomycetes
Class  : Schyzomycetes
Ordo  : Eubacterialos
Family  : Micrococcaceae
Genus  : Staphylococcus
Species  :  Staphylococcus aureus

         Staphylococcus tumbuh dengan baik pada berbagai media
bakteriologi di bawah suasana aerobik atau mikroaerofilik. Tumbuh
dengan cepat pada temperatur 20 - 35ºC. Koloni pada media padat
berbentuk bulat, lambat dan mengkilat (Jawetz, et al., 2001)

         Antibiotika yang digunakan dalam percobaan ini adalah tetrasilkin.
Tetrasiklin mempunyai spektrum antibakteri yang luas, efektif
terhadap kuman Gram positif maupun Gram negatif, mencakup
spektrum penisilin, streptomisin dan kloramfenikol. Selain itu juga
dapat menghambat pertumbuhan riketsia, amuba, mikroplasma dan
klamidia. Tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat
bakteriostatik. Mekanisme penembusan tetrasiklin untuk
masuk kedalam sel bakteri, kemungkinan sama dengan cara
menghambat sintesis protein ditambah modifikasi struktur guna
penghambatan sintesis protein. (Jawetz, et al., 2001)
  DAFTAR PUSTAKA
            KEGIATAN 1
Anne Ahira. 2009. Antibiotika Tetrasiklin.http://www.anneahira.com/antibiotic    tetrasiklin.htm [ diakses pada 26 Maret 2011]

Boyd, Robert F., 1988. General Microbiology. Second Edition. Times Mirror/Mosby College Publishing.
           
            Jawetz et. al. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC:Jakarta.

Pelczar, Michael, J., dan E.C.S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi I. UI  Press, Jakarta.

Ratu Balqis. 2008. Staphylococcus aureus. http://queenofsheeba.wordpress.com /2008/07/22/bakteri-staphylococcus-aureus/ [ diakses pada 26 Maret 2011]

           
            KEGIATAN 2

E. Indra Pradhika, 2010. Mikrobiologi Dasar. http://ekmon-saurus.blogspot.com/2008/11/bab-8-daya-kerja-antimikroba-dan.html

Setiabudi.1995.Pengantar Antimikroba. Jakarta: Gaya Baru

Singgih, Maria. 2007. Uji pootensi antibiotik. http://digilib.si.itb.ac.id/go.php?id=jbptitbpp-gdl-s2-1990-sudding-1734

E. JawetzGeorge F. BrooksJanet S. ButelStephen A. Morse.2001. Jawetz, Melnick and Adelberg's Medical Microbiology.  McGraw-Hill (Lange Medical Books)

Dra.Hj. Dewi Rusmiati, Dra.Hj. Sulistianingsih, Dr. Tiana Milanda, M.Si, Tina Rostinawati,M.Si. 2011, Penuntun Praktikum Mikrobiologi Farmasi. Universitas Padjadjaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar